Oknum MKKS Hingga Pejabat Dindikbud Pemalang Diduga Terlibat Kong Kalikong Jual Beli Seragam Sekolah

AmkMediaNews.com | Pemalang — Menjelang tahun ajaran baru 2025, Aliansi Pantura Bersatu mengingatkan seluruh sekolah, komite, dan pihak terkait untuk tidak terlibat dalam praktik jual beli bahan atau seragam sekolah. Sebagai lembaga sosial kontrol, aliansi ini menegaskan bahwa praktik tersebut tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga membebani para orang tua siswa.

Ketua Aliansi Pantura Bersatu, Eki Diantara, menegaskan bahwa praktik jual beli seragam di lingkungan sekolah secara langsung maupun tidak langsung merupakan bentuk penyimpangan.

“Praktik seperti ini jelas dilarang, karena melanggar aturan dan merugikan masyarakat. Kami akan pantau dan tidak segan mengambil tindakan,” ujar Eki kepada tim media, Rabu (2/7/2025).

Larangan tersebut telah diatur dalam sejumlah regulasi, di antaranya: Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022 tentang seragam sekolah, PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, serta Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, yang menegaskan bahwa komite tidak boleh melakukan pungutan atau menjadi pelaku jual beli barang atau jasa di sekolah.

Eki mengungkapkan, pihaknya menerima sejumlah informasi yang mengarah pada dugaan pengondisian pembelian bahan seragam dan atribut lainnya oleh oknum di lingkungan sekolah.

“Jika benar terjadi, tentu hal ini sangat mencederai dunia pendidikan. Sekolah bukan tempat untuk berbisnis. Kami akan menelusuri dugaan adanya pengondisian oleh oknum pedagang seragam dan atribut lainnya. Bila terbukti, akan kami laporkan ke Ombudsman,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan agar praktik semacam ini tidak kembali terulang seperti tahun-tahun sebelumnya yang sempat menimbulkan kegaduhan di masyarakat.

“Kami sudah mengingatkan secara terbuka. Jika masih ada pihak-pihak yang abai atau sengaja membiarkan, kami tidak akan tinggal diam. Kami siap mengajukan permohonan audiensi ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pemalang,” lanjut Eki.

Ia menambahkan bahwa jika tim investigasi Aliansi Pantura Bersatu berhasil mengumpulkan bukti-bukti yang kuat, pihaknya tidak akan ragu untuk membuat laporan resmi ke Ombudsman Republik Indonesia.

“Sekali lagi kami tegaskan, ini bukan ancaman, melainkan bentuk komitmen kami untuk mengawal dunia pendidikan agar tetap bersih dari praktik-praktik menyimpang yang membebani masyarakat,” ujarnya.

Dikabarkan sebelumnya, mengutip dari Mattanews, bahwa walimurid atau orang tua siswa mengeluhkan karena merasa diwajibkan membeli paket seragam dari toko tertentu seharga Rp600.000 per paket (empat stel kain). Dugaan mengarah pada keterlibatan oknum Kepala Sekolah, Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), hingga pejabat di Dinas Pendidikan Kabupaten Pemalang.

Dugaan praktik jual beli seragam sekolah yang diduga libatkan beberapa oknum jajaran pejabat Dinas Pendidikan Kabupaten Pemalang menuai sorotan tajam. Terpisah, menanggapi hal tersebut praktisi hukum Kuswanto, SH., menyebut bahwa, apabila terbukti ada keterlibatan oknum pejabat Dindikbud Kabupaten Pemalang, maka perlu adanya tindakkan tegas dari dinas terkait maupun Bupati Pemalang.

“Saya menilai pihak sekolah pelaku praktik jual-beli seragam bisa dikenai Undang-undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” terang Kuswanto, Kamis 3 Juli 2025.

Pihak sekolah yang terbukti menjalankan praktik jual-beli seragam disertai penggelembungan atau mark up dan dengan niatan menguntungkan diri bisa terancam Pasal 12 huruf e UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Kalau Pasal 2 dan 3 Tipikor tidak bisa, karena di situ gak ada unsur merugikan keuangan negara. Yang bisa digunakan itu Pasal 12 huruf e UU Nomor 20 Tahun 2001,” ungkapnya.

Lanjut, menurut Kuswanto, unsur dugaan pidana pemerasan lantaran ada upaya meraup keuntungan diri sendiri atau untuk pihak tertentu.

“Mengacu pada PP nomor 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan, penyelenggaraan pendidikan, serta Permendikud nomor 45 Tahun 2014 tentang pakaian seragam sekolah bagi peserta didik jenjang pendidikan dasar dan menengah, memastikan adanya unsur melawan hukum dari pihak sekolah. Aturan berlaku melarang,” pungkasnya. (All)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *