AMKMedianews.com, Pemalang – Bayangkan sebuah perusahaan dikelola dengan sistem birokrasi pemerintah daerah; kemungkinan besar akan mengalami kebangkrutan. Sebaliknya, jika pemerintahan daerah mampu mengadopsi pengelolaan yang efisien dan terstruktur seperti korporasi yang sehat, rakyat akan merasakan dampak positif berupa pelayanan yang lebih cepat, transparan, dan bermartabat. Gagasan ini semakin relevan di tengah birokrasi publik yang masih terbebani oleh prosedur yang rumit, pengambilan keputusan yang lambat, dan minimnya inovasi. Padahal, kebutuhan masyarakat terus berkembang, ekspektasi publik semakin tinggi, dan tuntutan akan tata kelola yang adaptif semakin mendesak.
Pendekatan manajemen korporasi dalam pemerintahan bukanlah hal baru. Ini sejalan dengan paradigma New Public Management yang menekankan pentingnya pengelolaan sektor publik dengan prinsip-prinsip manajemen bisnis: efisiensi anggaran, evaluasi kinerja berbasis hasil, dan pelayanan yang responsif. Namun, penerapannya di banyak pemerintah daerah masih sporadis dan setengah hati. Evaluasi kinerja seringkali hanya formalitas, pengelolaan keuangan belum sepenuhnya berbasis hasil, dan pelayanan publik cenderung stagnan karena terjebak dalam rutinitas administratif yang tidak memberikan nilai tambah bagi warga.
Perusahaan swasta bukan hanya mengajarkan bagaimana mencari laba, tetapi juga etos kerja yang perlu ditiru: disiplin waktu, orientasi pada pelanggan (dalam hal ini, warga), dan kemampuan beradaptasi dengan perubahan zaman. Pemerintah daerah seharusnya menerapkan performance-based budgeting, memperkuat digitalisasi pelayanan, dan mengelola Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) secara profesional—bukan sekadar sebagai lahan politik.
Namun, perlu diingat bahwa pemerintah bukanlah entitas bisnis. Ia memiliki tanggung jawab konstitusional yang tidak bisa dikompromikan demi keuntungan semata. Pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial tidak boleh dikomersialkan. Efisiensi tidak boleh mengorbankan keadilan dan inklusivitas. Oleh karena itu, diperlukan model hibrida: pemerintahan yang tetap menjunjung nilai-nilai publik namun dikelola dengan semangat manajerial yang efektif. Pemerintahan yang tidak hanya mematuhi prosedur, tetapi juga mengukur dampaknya; pemerintahan yang tidak hanya hadir secara administratif, tetapi memberikan perubahan nyata dalam kehidupan warga.
Kepala daerah harus berperan sebagai pemimpin organisasi yang mampu merancang strategi, mengelola sumber daya manusia (SDM), dan menciptakan budaya kerja yang produktif. Mereka harus berani keluar dari zona nyaman birokrasi dan memimpin transformasi secara sistematis. Pada akhirnya, rakyat tidak peduli berapa banyak rapat yang dilakukan atau seberapa rumitnya proses administrasi. Mereka hanya menginginkan pelayanan yang cepat, adil, dan manusiawi.
Pertanyaannya bukanlah apakah pemerintahan dapat dikelola seperti korporasi, tetapi apakah pemerintah daerah mau belajar dari korporasi dan menyesuaikannya dengan semangat keadilan sosial yang menjadi landasan negara ini.**( Joko Longkeyang ).
Oleh: Dr.(c) Imam Subiyanto, S.H., M.H., CPM
Praktisi Hukum, Law Office Putra Pratama & Partners
Editor: Ahmad Joko, SSp, S.H.