Warga Desa Gapura Tuntut Pergantian Bidan, Keluhkan Penolakan Pelayanan dan Denda Melahirkan

Lidin Cho / amkmedianews.com 20 Juli 2025, 04:21 WIB
Poto Ilustrasi, masyarakat desa gapura protes. Gambar AI.
Poto Ilustrasi, masyarakat desa gapura protes. Gambar AI.

Pemalang – Sejumlah warga Desa Gapura, Kecamatan Watukumpul, Kabupaten Pemalang, menyuarakan tuntutan agar bidan desa setempat segera diganti. Aksi protes warga ini dipicu oleh berbagai keluhan terkait pelayanan kesehatan yang dinilai tidak profesional, termasuk adanya penolakan pasien dan dugaan pungutan denda melahirkan di rumah.

Aksi ini berlangsung pada tanggal 26 Juni 2025. Awalnya warga mendatangi rumah bidan, namun kemudian diarahkan oleh Kepala Desa Gapura untuk berkumpul di balai desa agar situasi tetap kondusif. Di sana, warga menyampaikan aspirasinya secara langsung, dan bidan desa turut dihadirkan.

Dalam forum tersebut, warga menandatangani petisi berisi tuntutan agar bidan desa diganti. Kepala desa kemudian menindaklanjuti dengan menyusun berita acara lengkap yang memuat kronologi kejadian, keluhan masyarakat, serta daftar nama penandatangan petisi. Dokumen tersebut dikirimkan secara resmi ke Puskesmas Watukumpul.

Salah satu warga, Icha, menceritakan pengalamannya yang ditolak saat hendak meminta bantuan bidan pada malam hari.

Icha warga desa gapura, yang mengalami penolakan oleh bidan desa gapura.
Icha warga desa gapura, yang mengalami penolakan oleh bidan desa gapura.

“Waktu itu bapak saya sakit keras jam 10 malam, saya datang ke rumah bidan, tapi suaminya bilang bu bidan sudah tidur. Bukan pertama kali, waktu kakak saya sesak napas juga ditolak karena alasan sedang menyusui,” ujarnya.

Selain itu, warga juga mengeluhkan adanya kebijakan denda bagi ibu yang melahirkan di rumah. Besaran denda disebut-sebut mencapai Rp150.000, meskipun tidak semua warga menggunakan jasa bidan dalam proses persalinan tersebut.

Menanggapi aspirasi warga, pihak Puskesmas Watukumpul pada tanggal 7 Juli 2025 menyampaikan surat balasan melalui pesan WhatsApp pribadi kepada carik desa. Dalam surat tersebut, disebutkan bahwa rotasi bidan belum bisa dilakukan karena belum tersedia pengganti, dan Puskesmas akan melakukan pembinaan terhadap bidan bersangkutan.

Namun hingga berita ini ditulis, situasi belum menemukan titik terang. Pada 20 Juli 2025, warga kembali menyatakan sikap bahwa mereka tetap menolak keberadaan bidan desa saat ini. Bahkan, sebagian warga menyatakan lebih memilih tidak memiliki bidan desa dibanding mempertahankan bidan yang sudah tidak dipercaya lagi.

“Kalau memang tidak bisa diganti sekarang, kami lebih baik tidak punya bidan dulu. Daripada setiap butuh bantuan malah tidak ditanggapi,” kata Efendi Bagus, tokoh masyarakat yang turut mengkoordinasi aksi warga.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang, dr. Yulies Nuraya, dalam keterangannya melalui sambungan telepon menyatakan bahwa pihaknya belum dapat memutasi bidan desa tersebut karena keterbatasan SDM pengganti.

Hingga kini, belum ada kejelasan hukum mengenai praktik denda untuk ibu yang melahirkan di rumah. Dalam regulasi seperti Peraturan Menteri Kesehatan No. 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan pada Masa Kehamilan dan Jaminan Persalinan JKN, tidak ditemukan ketentuan mengenai denda atau sanksi administratif terhadap ibu yang tidak melahirkan di fasilitas kesehatan.

Amkmedianews akan terus memantau perkembangan kasus ini dan membuka ruang bagi masyarakat yang ingin menyampaikan informasi tambahan.