AMKMedianews.com, Pemalang – Kontroversi pencabutan jabatan Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Air Minum ( PDAM) Tirta Mulia Pemalang, Jawa Tengah, kian menghangat. Praktisi hukum sekaligus pengamat tata kelola pemerintahan, Dr.(c). Imam Subiyanto, S.H., M.H., CPM, menilai Surat Keputusan (SK) Bupati Pemalang No. 100.3.3.2/188/Tahun 2025 tentang pencabutan jabatan Direktur Utama PDAM merupakan keputusan yang sarat cacat hukum dan bertentangan dengan asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).
“SK ini lahir dari tafsir yang keliru, tanpa dasar hukum yang kuat, dan mengabaikan prosedur administratif sebagaimana diatur dalam PP No. 54 Tahun 2017 serta Permendagri No. 37 Tahun 2018. Ini bukan hanya soal jabatan, tetapi masalah serius mengenai cara pemerintah daerah menghargai hukum,” ungkap Imam dalam wawancara eksklusif, Rabu (10/9/2025).
Imam Subiyanto mengatakan, Slamet Efendi telah resmi menjabat kembali sebagai Direktur Utama PDAM sejak 20 Februari 2025 melalui SK No. 62/2025. Selama lebih dari tiga bulan, tidak ada keberatan ataupun tindakan pembatalan dari Bupati yang baru. Menurutnya, diamnya Bupati justru harus dipandang sebagai bentuk tacit recognition atau pengakuan diam-diam yang sah dalam hukum administrasi negara.
“Dalam filsafat hukum administrasi, dikenal asas silence means consent. Bila pejabat baru tidak mencabut keputusan lama dalam waktu yang wajar, maka hak yang lahir dari keputusan tersebut menjadi sempurna dan tidak bisa begitu saja dibatalkan,” jelasnya.
Ia juga mengkritik konsideran SK Pencabutan yang hanya mendasarkan pada Pasal 59 ayat (2) Peraturan Bupati (Perbup) No. 60/2020 tentang kewajiban pelaporan tugas setelah masa jabatan berakhir. Menurutnya, pasal tersebut tidak relevan untuk dijadikan landasan pencabutan jabatan.
“Alasan ‘perlu ditinjau kembali’ itu terlalu kabur, tidak memenuhi prinsip legalitas, dan bertentangan dengan asas kepastian hukum. SK yang sudah menimbulkan hak serta akibat hukum tidak bisa serta-merta dibatalkan tanpa alasan tegas dan objektif,” tegas Imam.
Bupati Pemalang sebelumnya menyatakan bahwa Slamet Efendi telah menandatangani pakta integritas dan melepaskan hak untuk menggugat. Namun, Imam menilai argumentasi tersebut tidak sah secara hukum.
“Pakta integritas bukanlah tameng yang kebal hukum. Prinsip negara hukum menjamin setiap warga negara berhak menggugat jika dirugikan. Bahkan, sekalipun ada klausul pelepasan hak, hal itu tidak berlaku karena bertentangan dengan Pasal 1337 KUHPerdata,” jelasnya.
Menutup pandangannya, Imam menegaskan bahwa langkah hukum yang ditempuh Slamet Efendi dengan menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang merupakan langkah konstitusional yang harus dihargai.
“PTUN harus menjadi benteng terakhir untuk melawan tindakan administrasi yang sewenang-wenang. Gugatan ini bukan hanya demi kepentingan pribadi Slamet Efendi, tetapi juga demi memastikan tata kelola BUMD berjalan sesuai prinsip hukum dan profesionalisme,” pungkasnya.
Polemik pencabutan jabatan Dirut PDAM Tirta Mulia ini diperkirakan akan menjadi ujian serius bagi transparansi dan akuntabilitas tata kelola pemerintahan daerah di Pemalang.( Joko Longkeyang).