AMKMedianews.com, Pemalang – Gelombang kritik tajam dialamatkan kepada anggota Komisi A DPRD Kabupaten Pemalang setelah mereka mangkir dalam audiensi bersama Aliansi Honorer Non-BKN Gagal CPNS. Audiensi yang seharusnya membahas masa depan tenaga honorer terdampak aturan terbaru Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) itu justru diwarnai ketidakhadiran para wakil rakyat.
Praktisi hukum Dr. (c) Imam Subiyanto, S.H., M.H., CPM menilai sikap anggota dewan sebagai bentuk pengingkaran konstitusional dan pengkhianatan terhadap amanah rakyat.
“DPRD itu representasi rakyat. Namun ketika ada rakyat yang datang melakukan audiensi, justru hanya ditemui oleh satu wakil rakyat saja, yaitu Heru Kundhimiarso dari Komisi A. Anggota lainnya ke mana? Ingat, DPRD bukan sekadar penikmat fasilitas negara. Ketidakhadiran mereka dalam audiensi berarti mengabaikan fungsi pengawasan sekaligus kewajiban menyerap aspirasi masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 149 ayat (1) huruf d UU No. 23 Tahun 2014. Ini jelas pelanggaran hukum, etika, dan politik,” tegas Imam SBY.
Beliau menambahkan, tindakan mangkir tersebut bertentangan dengan asas keterbukaan dan akuntabilitas sebagaimana diatur dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Menurutnya, absennya wakil rakyat dari forum aspirasi publik dapat dikategorikan sebagai bentuk maladministrasi.
Selain itu, hak konstitusional masyarakat sebagaimana dijamin dalam Pasal 28C dan 28F UUD 1945 ikut terabaikan. “Mangkir dalam audiensi sama saja merampas hak rakyat untuk menyampaikan aspirasi dan memperoleh informasi,” ujarnya.
Lebih jauh, Imam Subiyanto menyoroti dimensi moral dari sikap anggota dewan. Ia menegaskan bahwa gaji dan tunjangan yang diterima DPRD bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang pada akhirnya berasal dari pajak rakyat.
“Mereka dibayar dari uang rakyat, tapi justru absen saat rakyat menjerit. Ini pelecehan terhadap mandat rakyat,” tegasnya.
Atas peristiwa tersebut, Imam Subiyanto menyampaikan sejumlah tuntutan yang ditujukan kepada lembaga DPRD Pemalang dan elemen masyarakat sipil. Beberapa rekomendasi yang ia sampaikan antara lain:
Pimpinan DPRD segera mengevaluasi kinerja Komisi A.
Badan Kehormatan DPRD menindak dugaan pelanggaran kode etik.
Aliansi honorer melaporkan dugaan maladministrasi kepada Ombudsman RI.
Media massa dan masyarakat sipil diminta terus mengawal persoalan ini agar tidak tenggelam ,“DPRD adalah rumah rakyat, bukan benteng kekuasaan yang tertutup. Jika mereka abai, rakyat berhak menuntut pertanggungjawaban hukum, politik, dan moral,” pungkas Imam Subiyanto. ( Joko Longkeyang ).